House of Sampoerna

ANGGARDA PARAMITA

[Surabaya, 3 Maret 2011] Entah mengapa saya selalu merindukan Kota Pahlawan ini. mungkin karena Surabaya merupakan kota metropolitan yang mempunyai banyak taman hijau yang tertata apik. Kemarin sore saya tiba di Surabaya setelah hampir seminggu di Sulawesi bersama dengan Nesa dan Awal. Setibanya di Bandara Juanda [bandara yang menurut saya paling tradisional, walaupun bentuknya kotak tapi interiornya Jawa Timur banget] kami segera dijamu di kediaman Nesa dengan hangat.  Oh iya saya mau bilang bahwa saya dan Awal diperbolehkan menginap untuk beberapa hari sebelum perjalanan kami lanjutkan ke Solo esok hari.

Pagi ini setelah puas istirahat semalaman di kediaman Nesa, kami akan mengunjungi House of Sampoerna. Sebagai ganti dari tidak jadi mengunjungi Penanggungan karena alasan, malas. House of Sampoerna, sebuah museum yang dikelola swasta dan gratis, museum ini juga pernah mendapat predikat museum terbaik tahun 2009. Museum yang terletak di Surabaya Lama atau kalau di Jakarta seperti Kota Tua Jakarta ini memiliki sejarah yang asik untuk disimak. Walaupun bukan perokok, rasanya tidak salah jika rasa ingin tahu tentang House of Sampoerna ini timbul.

Areal seluas 1,5 hektar ini terdiri atas beberapa bangunan. Bangunan yang besar terletak di tengah diapit oleh dua bangunan kecil di kiri dan di kanan. Bangunan yang didirikan pada tahun 1864 dan awalnya digunakan sebagai panti asuhan anak yatim piatu khusus laki – laki. Pada tahun 1932 setelah cukup sukses, Liem Seeng Tee [pendiri PT. HM Sampoerna]  membeli bangunan ini sebagai pabrik rokok Sampoerna. Sejak itu, tempat ini dikenal sebahai Pabrik Taman Sampoerna.

Bangunan Utama House of Sampoerna

Bangunan besar yang terletak di tengah yang awalnya adalah aula yang disulap menjadi gedung bioskop itu kini menjadi bangunan utama museum rokok House of Sampoerna. Bangunan bergaya art deco ini benar – benar memukau. Berbeda sekali dengan bangunan – bangunan bergaya art deco di Jakarta Kota, sangat tidak terawat. Di House of Sampoerna jangan kaget jika bagi anda yang tidak suka merokok akan mencium aroma cengkeh dan tembakau yang sangat kuat. Jujur, saya sempat mual dan pusing ketika baru saja memasuki areal gedung besar ini.

Masih di ruangan yang sama dengan banyaknya macam tembakau dan cengkeh, kita juga bisa melihat replika warung rokok yang pertama kali digunakan oleh Liem Seeng Tee untuk berjualan bahan rokok dan tembakau. Kita juga bisa menyaksikan sepeda tua milik pendiri Sampoerna yang digunakan untuk berjualan rokok. Selain itu, terdapat pula barang – barang pribadi pendiri Sampoerna yang sudah sangat klasik, seperti kebaya, sarung dan berbagai furniture tua.

cengkeh

miniatur warung

berbagai foto dan lukisan

daun pintu lemari penyimpan

salah satu lukisan

 Ketika memasuki bagian tengah pada bangunan yang sama, terdapat berbagai foto dari direktur dan komisaris Sampoerna. Selain itu juga terdapat berbagai koleksi rokok dan korek api yang dipamerkan di sini. Sedangkan di bagian paling belakang terdapat berbagai macam alat produksi rokok pada masa berdirinya Sampoerna.

Kereta Kencana

Rokok Kedubes *sample

Rokok Wapres *sample

Rokok Khusus Istana *sample

salah satu mesin di ruang belakang

Kita naik ke lantai dua. Di lantai dua ini ternyata tempat menjual souvenir seperti batik tulis, terakota berbagai macam oleh – oleh lainnya. Info penting, di lantai dua ini kamera tidak diizinkan untuk masuk atau boleh ikut tapi tidak boleh digunakan. Padahal di sini kita bisa melihat ruangan yang sangat luas di lantai satu yang berisi para pekerja yang sedang melinting rokok kretek, konon jumlahnya 234 orang. Dengan alunan musik tradisional para pekerja itu mampu membuat 325 batang rokok per jam. Hebat!

Terakota - Handycraft

Selain bangunan utama yang saat ini dijadikan museum, kita juga bisa melihat adanya dua bangunan yang tepat berada di sisi kanan dan kiri museum. Kedua bangunan ini disebut Rumah Barat dan Rumah Timur. Kedua rumah ini memiliki denah terbalik. Dulunya, bangunan ini merupakan tempat tinggal keluarga Sampoerna. Pendiri Sampoerna memiliki prinsip bahwa mereka sekeluarga harus tinggal di lokasi pabrik agar bisa mengendalikan bisnis dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu juga pendiri Sampoerna ingin mengajarkan anak – anak lelakinya untuk belajar berbisnis secara langsung. Saat ini Rumah Barat masih ditempati oleh keluarga Sampoerna, sedangkan Rumah Timur sudah dijadikan kantor dan kafe yang siap menjamu para pengunjung yang hadir.

Meskipun rokok berbahaya bagi kesehatan, namun tidak ada salahnya jika kita berkunjung ke House of Sampoerna di Surabaya. Luangkan sedikit waktu jika sedang di Surabaya untuk mempelajari keuletan Liem Seeng Tee dalam membangun bisnis raksasa Sampoerna.