Selasa, 14 Juni 2011

Berarti "Ganda" di Sawarna, 25-27 Desember 2009

sore hari di ciantir

25 Desember 2009
Jumat pagi ini, perjalanan untuk pertama kalinya menyusuri Banten Selatan. Kumpulan catatan yang saya download dan hasil bertanya ke teman-teman yang tinggal di Banten pun telah tersedia  untuk ditelusuri keberadaannya. Di tengah jalanpun saya sempat mendownload peta Banten buat memperkirakan sejauh mana saya berjalan dan tentunya untuk menentukan waktu kedatangan juga. Saya pergi tidak sendiri, bersama Vidia dan Nurul saya ke Sawarna, Banten Selatan. Sebelumnya dini hari rombongan pertama sudah berangkat duluan dengan motor, yaitu Bacek, Sendy, Yudi, dan Ganteng. Kalo kami bertiga lebih memilih menggunakan bus dengan alasan ga mau capek saat berwisata nantinya. Haha.

Pukul 6.30 dari terminal kampung rambutan kami mulai menyusuri jalanan Jakarta menuju terminal Pakupatan, Serang. Berdasarkan hasil tanya jawab dengan seorang teman, dari terminal pakupatan ini kami naik elf menuju malimping, binuangin kemudian turun di perempatan bayah. Sebenarnya menuju sawarna bisa juga lewat pelabuhan ratu, tetapi untuk pecinta angkot seperti saya ini, agak merepotkan jika kami lewat pelabuhan ratu, terlalu banyak turun naik dan pastinya cost yang dikeluarkan akan semakin besar. Dalam perjalanan menuju terminal tidak terlalu banyak hal yang dibicarakan, hanya permasalahan kebingungan saja karena kami bertiga sama sekali belum pernah berkunjung ke sana.

Pukul 9.30 kami sampai di terminal pakupatan, kami mencari sarapan dulu karena belum terisi sama sekali perut ini. setelah sarapan kembali bertanya kepada sang empunya warung, elf mana yang nantinya akan kami tumpangi, dan si empunya warung pun mengatakan bahwa sebenarnya ada bis Damri menuju sana hanya saja kami terlalu siang datang, dan akhirnya kami tetap harus naik elf. Seperti dahulu saat ke UK naik elfnya pun penuh sesak, dan untuk harga kami bertiga punya kemampuan tawar yang baik, sehingga ga sulit buat kami dapet harga standart tanpa dibuat mahal oleh si calo.  Perjalanan panjang pun dimulai, awalnya jalur yang dilalui sama seperti saat ke UK namun di perempatan mana entah saya lupa elf yang kami tumpangi berbelok ke kiri dan terus mengikuti jalan. Saya tertidur.

Saat terbangun saya melihat samping kanan dan kiri sudah memasuki hutan yang beralih fungsi menjadi perkebunan, lalu diteruskan keluar masuk kota kecil yang ada sampai akhirnya tepat pukul 1.30 kami sampai di pasar bayah. Seharusnya dari sini kami bisa naik angkot tetapi entah mengapa saat itu angkot tidak ada, jadilah kami naik ojek menuju sawarna.
Pemandangan saat diperjalan sudah mulai memanjakan mata, yang pasti di sebalah kanan adalah garis pantai dengan nyiur hijau yang malambai dengan indahnya. Terik siang ini tak lagi terhiraukan. Melewati hutan lindung, bukit yang indah serta perkampungan khas nelayan sungguh mempesona.

Setelah tanya penduduk setempat guesthouse yang kami mau, akhirnya sebelum asar pun kami sampai di guesthouse yang dimaksud. Oya, teman kami yang sampai duluan , mereka sudah lebih dulu merapat ke pantai ciantir karena kami bertiga tak kunjung datang, mereka telah sampai sekitar jam 1 siang tadi. Segeralah saya telepon Bacek untuk segera merapat ke guesthouse yang dimaksud. Setelah mereka sampai kami pun berbincang dengan sang empunya guesthouse mengenai maksud kedatangan dan pastinya melakukan lobi untuk mendapatkan harga kamar yang murah. Namun tanpa disangka, guesthouse yang kami datangi ternyata penuh, alhasil kami dioper ke guesthouse lain yang berada di tepi jalan raya sebelum kami masuk ke perkampungan ini. jadilah jarak antara guesthouse dan pantai cukup jauh. Tapi tak apalah, sudah jauh dari jakarta berkunjung ke Bayah hanya untuk mempermasalahkan hal tidur nampaknya itu bodoh.

Akhirnya kamipun menginap di Clara Losmen, yang punya seorang pendidik dengan istri yang bernama ibu clara, masih cantik untuk ukuran ibu-ibu, anaknya? Saya tidak terlalu memperhatikan karena begitu sampai, kami langsung minta dibuatkan makanan kemudian istirahat sambil menunggu datangnya matahari terbenam.

Setelah makan siang dan beristirahat kami kembali menyusuri jalan setapak, melawati rumah-rumah penduduk yang sebagian besar digunakan untuk guesthouse, melewati persawahan yang saat itu nampak indah kamipun sampai di pantai ciantir.

menuju pantai ciantir
Pantai ciantir mempunyai garis pantai yang cukup panjang dan sepintas mirip dengan Kuta di Bali. Selain pasirnya putih di pantai ini ombak juga sangat besar, dan yang paling membuat saya senang adalah pantai ini ga ramai, alias sepi. Hanya ada rombongan kami dan beberapa rombongan besar lain di sudut pantai mendekati karang di sebelah kiri kami.

Pasir Pantai Ciantir
bermain
sisi lain pantai ciantir
Bermain air, ingin berenang rasanya tidak, ombak begitu besar, lebih baik main pasir dan berfoto ria sambil menikmati semilir angin sore itu. Matahari terbenam perlahan, meninggalkan guratan orange dengan awan yang menggantung indah, kami menikmati dipinggir pantai sambil duduk melepas lelah. Ketika matahari benar-benar telah kembali keperaduannya kami baru kembali ke guesthouse.

inilah jejaka yang hadir
ombak besar di Ciantir
awan menggelayuti matahari yang ingin pulang
Sesampainya di guesthouse kami ternyata dikhawatirkan oleh ibu Clara karena terlalu malam sampai di rumahnya, padahal saat itu baru pukul 6.30 sore, yah mungkin lain di kota lain di desa. Kami manut saja.

Malam lamat-lamat datang menggeluti desa bayah hari itu, setelah mandi kami makan malam di teras samping rumah ibu clara, suasanya begitu sepi hanya ada suara kami yang asik ngobrol ditemani suara jangkrik saling bersahutan. Ndeso banget.

Makan malam kami tuntaskan, biasanya saat – saat seperti ini ada sesi curhat. Dan benar saja, sesi curhat langsung dibuka oleh Ganteng di teras depan. Membicarakan masalah romansanya dia sampai masa depan. Kemudian disambung Bacek, dan Sendy kami terlibat perbincangan menarik saat itu, sedangkan Yudi mungkin mendengkur di kamar, entahlah saya tidak tahu.

Hari semakin malam, suasana di luar sudah sangat sepi, dan nyamukpun mulai ikutan bercanda bersama kami, dari teras depan rumah akhirnya kami pindah ke kamar, kembali meneruskan pembicaraan yang terputus. Banyak canda dan tawa yang tercipta sampai tiba-tiba lampu ruang tengah dimatikan, pertanda sang empunya rumah mau beristirahat. Kamipun akhirnya menyudahi tawa kami kemudian Vidia dan Nurul pindah ke kamar dalam, dan kami yang lelaki tetap di kamar depan.

Istirahat panjang malam ini, tidur untuk menghilangkan kelelahan perjalanan. Namun ketika saya terbangun di tengah malam mungkin saat itu dini hari, entahlah karena tak ada jam, saya melihat Bacek sedang belajar Fitokimia, yah dia akan ujian esok hari. Menyapa sepintas kemudian melanjutkan tidur.

26 Desember 2009
Dipagi yang dingin saya terbangun, melihat rombongan Bacek, Yudi, Sendy dan Ganteng sedang bersiap-siap akan pulang ke Jakarta hari ini. Mereka pulang lebih dulu karena si Bacek ada ujian. Setelah sarapan sayapun sempat menahan agar mereka tak jadi pulang hari ini, melainkan besok namun saya tidak tega melihat Bacek dengan muka memelas begitu. :D mereka rencananya akan pulang melewati Pelabuhan Ratu, itu akan lebih dekat mengingat mereka pengendara motor yang suka ngebut.

Saat mereka pulang, kami bertiga meneruskan perjalanan menuju Goa Lalay, terletak tidak jauh dari tempat kami menginap dengan dipandu oleh seorang penduduk lokal, kamipun salah kostum. Sesampainya di Goa Lalay yang ternyata goa horizontal dengan aliran air yang cukup tengang kamipun memasuki goa dengan perlahan.  Licin, dingin, dan sempat beberapa kali hampir terpeleset kami menyusuri goa tersebut. Hanya dengan berbekal senter kecil kami bisa melihat keindahan goa tersebut. Di dalamnya terdapat stalaktit dan stalakmit yang terukir indah, serta banyak juga kelelawar. Kami mengabadikannya namun sayang, saat perjalanan pulang menyusuri goa tersebut, kamera Nurul yang saya pegang ternyata terjatuh entah dimana. Setelah dicaripun tak juga menemukan bangkai kamera itu. Saya hanya berharap kameranya ketemu walaupun rusak, karena memorinya menyimpan banyak foto yang bagus.  Menurut bapak yang mengantarkan kami, kameranya tidak akan ketemu, karena arus di bawah cukup deras, lebih baik kamera yang hilang daripada adik yang hilang. OH... si bapak membuka pikiran sekaligus menakuti. Dengan sangat menyesal kami meninggalkan kamera itu di dalam Goa Lalay, mungkin pada saatnya akan menjadi artefak sejarah dimasa datang.

Setelah laporan ke Ayahnya Nurul tentang kejadian itu, kami melanjutkan ke Pantai Tanjung Layar yang berada persis di sebelah pantai ciantir. Di pantai ini kami hanya bermodalkan kamera 2MP Nokia 2350 Clasic kepunyaan saya, sangat berharap akan mendapatkan gambar yang bagus. 

rumput tanjung layar
tanah lapang menuju tanjung layar
bersama kebo bule di kebun penduduk
menuju tanjung layar
Sesampainya di Tanjung Layar hujanpun turun, tetapi sebentar, selanjutnya hanya gerimis kecil, dari pinggir pantai kami ke tengah, ke batu layar itu untuk berfoto. Setelah lelah dan lapar kami kembali kepenginapan untuk makan siang, lagi-lagi kami membahas hilangnya kamera tersebut, karena misterius sekali. Tetapi yasudahlah kamipun beristirahat sambil menunggu datangnya sore untuk menikmati matahari terbenam di Ciantir.

pantai tanjung layar diselimuti mendung
tak jauh dari tanjung layar
Sore itu gerimis masih membasahi Bayah, agak ragu mendapatkan moment matahari terbenam yang indah seperti sore kemarin, namun toh kami tetap berkunjung ke Ciantir lagi. Sore ini pantai menjadi milik kami bertiga, karena tidak ada orang lain selain kami bertiga, bermain air kembali dan menunggu matahari tenggelam, tetapi karena mendung semakin menggelapkan langit kamipun memutuskan untuk kembali ke guesthouse.
Malam itu kami habiskan membahas masalah yang terjadi selama ini bertiga sampai larut dan akhirnya tertidur.

27 Desember 2009
Pagi-pagi sekali kami bangun dan packing untuk kembali ke Jakarta. Karena uang yang kami bawa menipis kamipun janjian dengan seorang teman di Stasiun Rangkasbitung. Setelah berpamitan kamipun pulang dengan perasaan campuraduk. Dalam perjalanan saya hanya tidur dan ketika terbangun sudah sampai di terminal rangkasbitung, segera hubungi teman tadi sambil naik angkot menuju stasiun. Sesampainya di stasiun kami disambut teman itu dan segera berlari menuju kereta ekonomi  yang akan kami naiki. Dan jakarta kami kembali membawa seberkas cerita indah tentang sawarna.

-------------
terimakasih kepada Alloh SWT yang sudah memberikan kesempatan berkunjung ke sawarna.
terimakasih buat para bos kami yang udah memberikan cuti panjang.
thanks buat Bacek, Yudi, Sendy, Ganteng, Nurul dan Vidia udah pada mau ikut perjalanan ini.
thanks buat Gilang yang mau nemenin kita naik kereta dari Rangkasbitung ke Jakarta
thanks buat Mbag Gugel yang udah memuat catatan tentang Sawarna

fyi :
*harga penginapan rata2 sama, dihitungnya perkepala bukan per ruangan. 75rb/hari all in
*kalo mau naik mobil pribadi lebih baik ngambil jalur melewati Pelabuhan Ratu, dan kalo mau ngeteng mendingan naik kereta dari Tanah Abang ke Rangkasbitung kemudian diteruskan menuju perempatan Bayah lalu naik ojek menuju Sawarna
*foto disini tidak lengkap karena kejadian Goa Lalay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar