1 April 2010
Setelah sekian lama tidak menyentuh tanah tinggi karena disibukkan oleh aktivitas sekolah di Farmasi AD, April 2010 akhirnya saya diajak juga oleh sesepuh Bandung yang sebenarnya juga kakak kelas saya sewaktu SMP dulu, Angga. Kebetulan saat pendakian ini saya sudah mengundurkan diri dari pekerjaan karena beberapa hal jadi saya bisa pergi kapan saja. Sore itu saya pergi ke Bandung dengan KA Parahyangan jam 6 sore dari Jakarta perjalanan malam ini saya habiskan untuk tidur dan sesekali membaca buku yang saya baca, maklum saja pulang kuliah tanpa balik lagi ke rumah langsung merapat ke Bandung.
Tiba di stasiun Bandung dijemput oleh Angga kemudian meluncur ke kosannya yang terletak tak jauh dari kampusnya di kandang gajah. Malam itu ada Deri dan teman Angga satu fakultas lainnya, Deri itu yang ikut ke UK lalu, rupanya dia salah satu inisiator kunjungan ke Papandayan besok. Packing dan tidur sambil bertanya-tanya siapakah peserta satu lagi yang disebut Angga dengan sebutan “TOA”.
2 April 2010
Bandung pagi hari ini tak sedingin pagi-pagi sebelumnya. Saat ini Bandung tak ubahnya Cibubur dinginya tak lagi menggigit malah cukup panas untuk sebuah kota Paris di dataran Jawa. Kemudian saya mandi, mencari sarapan dan menunggu “TOA” di tukang bubur dekat kosan.
Jam 7 “TOA” datang, ternyata wanita muda yang suka sekali bicara namun menarik untuk di dengarkan. Saat perkenalan “TOA” mengaku bernama Rani. Dan sekarang saya berada diantara manusia – manusia pintar dari Jakarta yang merantau di Bandung, jadi sedikit minder.
Dari kosan kami menuju terminal Bandung (entah namanya apa, lupa) kemudian naik bis jurusan Garut lalu disambung menuju Cisurupan. Setibanya di pintu gerbang yang menuju tepat pendaftaran kami menyempatkan makan siang, melaksanakan hajat, dan beristirahat sebentar serta nego harga mobil kolbak.
makan siang |
Setelah nego harga mobil kolbak yang akan membawa kami menuju pos pendaftaran diatas sana disetujui keduabelah pihak, kamipun melanjutkan perjalanan. Dengan medan aspal yang sudah mengelupas di sepanjang jalan yang menyebabkan jalan berlubang perut kami terkoyak habis, beruntung tak ada yang “jackpot” saat itu. Selama perjalanan kami melihat perkebunan warga yang di kamuflase oleh tanaman berbatang keras, dan dari kejauhan terlihat Gunung Cikuray mengerucut seperti tumpeng.
di kolbak |
Setelah 15 menit perjalanan menanjak kamipun sampai di pos pendaftaran dan dengan berbekal peta tulisan tangan dari sang penjaga kami bisa langsung mendaki. Di track awal, jalur masih landai dengan bebatuan yang secara tidak langsung menjadikannya jalan setapak. Tak lama kami menemui sebuah kawah besar yang mengeluarkan asap belerang sejadi-jadinya. Sesaklah napas saya, karena sudah lama tidak mendaki, ditambah serbuan asap belerang yang datang bertubi-tubi. Setelah itu kami sempat berhenti di pinggiran kawah yang terbebas dari kabut belerang yang berhembus, istirahat sebentar lalu di lanjutkan dengan track bonus. Mengikuti jalur selang berwarna biru, sampailah kami di bagian rumput teletubies, sebenarnya sejenis rumput Jepang, menjadi aneh karena tumbuh di daerah yang sangat kering dan panas. Istirahat lagi.
pintu gerbang |
jalan berbatu |
bukit batu |
di depan ada kawah |
kawah papandayan |
istirahat sebentar setelah sesak napas |
istirahat lagi di rumput tetelubies |
angga, temennya angga, angan, deri |
Setelah itu kami tetap mengikuti jalur yang sudah ada, sampai kami harus menuruni punggungan karena jalur yang lama telah longsor mungkin karena letusan beberapa tahun lalu. Menyebrangi sungai, melewati jalur coklat memutar punggungan dan sampailah kami di pertigaan. Ada sebuah gubuk yang hampir hancur, yang bila kita mengambil arah ke kanan adalah jalur menuju Pengalengan dan bila ke kanan itu jalur menuju Pondok Saladah, tempat kami nantinya akan bermalam.
jalur coklat |
Cuaca saat itu sangat cerah, karenanya di sepanjang jalan menuju pondok saladah terlihat kawah Papandayan dari kejauhan. Tak perlu berlama – lama jalan sampailah kami di padang rumput cukup luas yang dikelilingi perbukitan. Istirahat sebentar sambil mencari spot buat camp.
kawah papandayan dari jalur |
pondok saladah sore hari, cerah |
Kami mendirikan camp di dekat pohon, dengan alasan untuk menghindari angin. Dan setelah tenda berdiri, apa yang terjadi, tenyata covernya tidak terbawa, dan jadilah tenda kita timpali dengan jas hujan. Dan berharap hujan tidak turun. Setelah itu kami masak untuk makan malam.
Pukul 6 sore tiba-tiba langit menjadi sangat gelap, gerimispun turun yang lama kelamaan menjadi hujan sangat deras. Awalnya tenda kami aman, namun ketakutan akan bocornya tenda benar-benar terjadi. Saat hujan tak kunjung berhenti tetes demi tetes air masuk ke dalam celah-celah tenda, dan bocor. Oke permasalahan bukan hanya bocor, tetapi kami ternyata mendirikan tenda tepat berada di aliran air, dan jadilah bocor di bawah juga. Saat itu kami hanya berharap hujan segera berhenti.
Sleeping bag basah, jaket pun demikian, semua sudah basah sejadi-jadinya. Saat itu sudah pukul 11 malam, hujan belum juga berhenti, kamipun tak ada yang bisa tidur nyenyak karena air sudah masuk ke dalam tenda. Untuk membunuh waktu kami mencoba untuk bercerita tentang banyak hal, tapi setiap cerita yang terlontar pasti terselip harapan hujan akan segera berhenti. Kami berharap pagi cepat datang.
malam hari, berbincang |
3 April 2010
Entah saat malam tadi saya tertidur dalam duduk atau tidak, saya pun lupa apakah teman-teman yang lain juga tertidur atau mereka siap siaga. Yang jelas begitu jam 6 pagi kami bergegas keluar tenda, rencana untuk summit dan mengunjungi Tegal Alun pun harus kami tunda lain waktu. Pastinya jalur menuju puncak akan licin, mengingat hujan tak kunjung berhenti sampai pagi menjelang. Pagi itu kabut begitu tebal, dan kondisi sekitar begitu becek dan pastinya buat saya yang tidak terbiasa dingin suhu saat itu sangatlah dingin.
korban banjir malam tadi |
Saat sedang memasak untuk sarapan, ternyata kata tenda sebelah yaitu para om-om dari jakarta mengatakan bahwa semalam pondok saladah ini tertutup kabut, bahkan tenda kami pun yang jaraknya berdekatan tidak terlihat. Dalam hati saya mengatakan, pantas saja semalam sangat dingin, bahkan sampai pagi ini.
Segera sarapan, kemudian memeras segala sesuatu yang basah, packing kembali dan kita meninggalkan Pondok Saladah. Dengan sedikit kecewa. Akhirnya kami putuskan untuk berfoto ria di padang edelweis kemudian foto-foto di jalur dengan beragam background.
edelweis |
edelweis |
foto bersama |
foto bersama |
Kembali melewati jalur coklat. Tetapi kali ini ada yang unik, saat kami mulai untuk turun gunung, ternyata ada sekelompok orang yang naik menuju punggungan gunung papandayan dengan menggunakan motor. Nekat. Bahkan Rani pun sampai terjatuh karena terkejut melihat kejadian unik itu. Jangan salahkan kami kalo pada akhirnya motor di jalur coklat itu kami abadikan. Dengan sedikit berlari kami melewati kawah dengan cepat karena takut terkena asap belerang seperti saat kemarin, dan kamipun sampai di pos awal pendakian, dan langsung turun ke Cisurupan untuk makan siang dan berbenah diri.
terjatuh karena terkejut |
rumput teletubies yang terputus |
jalur terputus akibat longsor |
kawah |
sudah jauh dari kawah, kabut masih menyelimuti |
mendekati garis jalur biasa |
Setelah selesai kami kembali menuju terminal Garut untuk segera ke Bandung. Mencegah macet dan Angga sudah ada janji dengan tukang sewa tenda. Selama perjalanan pulang saya banyak bertukar cerita dengan Rani dalam banyak hal, mungkin jika dijabarkan membutuhkan keringanan jari jemari untuk mengetiknya. Dan begitu sampai di Bandung, kemudian menuju kosan Angga , si Deri dan Temannya Angga langsung pulang ke kosannya masing-masing. Kemudian Rani pun beranjak dari kosan setelah agak lama menunggu Angga dan saya mengembalikan tenda. Saya menginap semalam lagi di Bandung.
4 April 2010
Pagi-pagi sekali, niat awalnya mau pulang agak siang, tetapi tiba-tiba mantan bos saya menelepon, meminta saya untuk kembali bekerja sore nanti. Bayangkan kawan, saya sedang asik menikmati kebebasan saya tidak bekerja, tiba-tiba diminta untuk kembali masuk kerja. Terjadilah proses tawar menawar melalui telepon. Beliau setuju tentang apa yang saya syaratkan. Bersegeralah saya pulang ke Jakarta. Awalnya ingin naik kereta, namun apadaya saya kehabisan tiket, jadilah saya naik travel. Pilihan saya tepat, karena hanya kurang dari 2 jam saya sudah menginjakkan kaku lagi di kamar biru dan beristirahat. Suatu saat nanti entah kapan, Tegal Alun akan di sambangi. Insyaalloh.
-------------
terimakasih buat Alloh SWT yang sudah mengizinkan saya berkunjung ke Papandayan, semoga diberikan kesempatan lagi berkunjung.
thanks buat Angga buat jamuannya, temennya Angga, Deri dan Rani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar