Kamis, 23 Juni 2011

Pangrango Tanpa Lembah Kasih Mandalawangi, Mei 2010

Jakarta pagi ini, saya sedang dihadapkan pada Ujian Tengah Semester, dan entah mengapa setelah UTS saya ingin sekali jalan-jalan bersama Ipiners. Ga mau ke mol atau sekedar karokean, dan ga mau hanya berangkat pagi dan pulang malam. Itu sudah biasa.

Pagi itu saya memberanikan diri untuk mengutarakan keinginan saya mengajak mereka pergi bersama. Entah mengapa di pikiran saya terbesit kemping di gunung, nampaknya menarik, mengingat sebagian besar dari mereka belum pernah ada yang naik gunung. Dan ini akan menjadi pengalaman pertama bagi mereka, dan bila mereka ketagihan, berarti saya berhasil meracuninya. :)
puncak gede dari puncak pangrango
Tujuan jatuh ke Gunung Pangrango. Kenapa ke Pangrango? Alasannya sih simple, saya ga mau terlalu ramai di gunung, itu saja. Kalau di Gede, hampir pasti ramai. Setelah pembicaraan dengan Ipiners menemui titik temu dan kata sepakat, saya segera menghubungi Singgih, Angga, Sofhi dan Zuhri untuk ikut bergabung. Ga mungkin saya membawa banyak anak ke Pangrango sendirian. Bukan hal yang mustahil, hanya saya takut.

Setelah semua bersedia untuk ikut, saya dan beberapa teman segera mengurus perizinan. Dan dapat, ga susuh malah dipermudah. Mungkin saat itu saya sedang beruntung, karena menurut laporan yang beredar pengurusan izin masuk TNGP dipersulit.

Hari – hari berjalan seperti biasa, menjelang hari pendakian tidak ada tanda keanehan apapun, namun malam ini entah saya lupa tanggal berapa saya mendapatkan kabar bahwa Angga mendapatkan musibah yang menimpa Ibundanya, Anggapun membatalkan keikutsertaannya, saya maklum.
Jumat, 21 Mei 2010
Jumat ini saya libur kerja, setelah kuliah langsung pulang buat packing. Jam 8 malam saya segera mendatangi rumah Nurul untuk bertemu dengan teman – teman yang lain. Menjemput Singgih di Pasar Rebo, packing ulang dan tepat tengah malam kami merapat ke Terminal Kp. Rambutan.

Baru saja sampai di terminal, kami diserbu para calo, entah mengapa calo-calo di Jakarta seakan tak pernah lelah, sudah malam seperti ini mereka masih saja beraksi. Bertemu dengan Sofhie dan Zuhri di sini. Kami dapat bis terakhir menuju Cibodas, tidak ada AC dan pastinya akan lama, perjalanan dimulai. Saya terlelap.

Sabtu, 22 Mei 2010
Pukul 3 dini hari kami sampai di pintu gerbang TNGP, dengan wajah mengantuk saya berusaha untuk terjaga. Dari sini kami naik angkot menuju warung mang idi di lapangan parkir KRC.

Tak lama, hanya beberapa menit kamipun sampai di warung mang idi. Segera masuk ke dalam warung karena udara sangat dingin.

Awalnya saya ingin tidur, tapi entah mengapa perut ini rasanya ingin berontak, bukan untuk buang air tetapi ingin makan. Sejak semalam tadi saya belum makan. Segera pesan makan malam menjelang pagi yang diikuti teman-teman yang lain. Ditemani teh hangat kami bercerita panjang mengenai kampus. Itulah kebiasaan kami, sudah di luar kampus dan ingin liburanpun tetap saja membicarakan pelajaran walaupun hanya sepintas.

Nasi goreng, menu makan malam menjelang pagi kali ini, segera melahap tanpa jeda kami pun seperti berlomba. Alasannya saya makan cepat ya karena ingin tidur sebelum pagi menjelang. Selesai makan saya rebahan sebentar dan tak lama kumandang adzan subuhpun terdengar, segera kami sholat subuh dan bersiap-siap memulai pendakian. Dan, saya kehilangan kacamata. Entah dimana hilangnya karena sayapun lupa.
pagi hari di depan warung mang idi
Pukul 6 pagi kami memulai pendakian, dimulai dengan berdoa, kami bergegas menuju pos awal pendakian, setelah simaksi beres dan sempat diberikan wejangan kami memulai perjalanan.

Awalnya dengan track tangga batu ditemani udara yang sejuk, kami masih jalan beriringan, namun entah karena apa, sesampainya di Telaga Biru kami terpisah menjadi dua rombongan. Saya bersama dendy, mamet, vidia dan nurul, sementara di belakang ada ipin, candra, siska, zuhri, sofhi dan singgih sebagai swipper. Singgih baik banget.
jembatan gayonggong
Kami berlima sepakat untuk melanjutkan perjalanan menunggu di persimpangan jalur menuju Puncak dan Air Terjun. Dengan sesekali beristirahat dan di jembatan gayonggong sempat pula beristirahat sampai akhirnya tiba di Pos Panyancangan. Rombongan kedua belum juga terlihat. Istirahat lagi. Sedikit mengeluarkan cemilan sembari mengulur waktu sampai mereka datang. Namun setelah 30 menit kami menunggu mereka tak juga kelihatan, akhirnya kami lebih dulu jalan, dengan posisi mamet paling depan, kemudian dendi, vidia, nurul dan saya dibelakang, dengan maksud menunggu rombongan selanjutnya.
the red spider
Jalur sudah mulai menanjak, nafas saya sudah satu dua, banyak sekali pohon tumbang, beruntung saat itu jalur tidak berlumpur, jadi bisa dilewati dengan baik. Sesekali bertukar keril dengan dendy sambil melanjutkan perjalanan. Tak lama kamipun tiba di Pos Air Panas. Lagi – lagi kami beristirahat, kali ini saya menyalip vidia, dan nurul. Saya, dendy dan mamet lebih dulu sampai. Merendam kaki di hangatnya air rasanya cukup nyaman untuk menghilangkan rasa lelah. Sampai di sini perhitungan waktu kami masih masuk dalam manajemen. Namun saya mulai curiga dengan rombongan ke dua yang tak kunjung kelihatan batang hidungnya. Kami berlima di depan kelaparan.
hot water spring
view saat berendam di air panas
kandak badak, 2,3 km.
Setelah menunggu cukup lama, kami teruskan perjalanan menuju Kandang Batu. Disini kami bertemu dengan beberapa pendaki lain, dan kami sempat terlelap beberapa saat saking sejuknya udara. Kemudian melanjutkan menuju kandang badak. Jauh. Rasanya lama sekali, tetapi jika melihat perhitungan waktu masih masuk, jadi kami meneruskan dengan sesekali bercanda. Saat menuju kandang badak kami bertemu dengan air terjun tidak tinggi tapi lumayan buat berfoto. Kembali beristirahat, walaupun hanya sebentar namun cukup untuk meluruskan otot-otot. Setelah air terjun jalurnya masih sama, menanjak dan mendekati Kandang Badak barulah ada bonus. Setibanya di Kandang Badak, saya langsung meluruskan kaki sambil hara – harap cemas menunggu kedatangan rombongan ke dua yang sepertinya tertinggal jauh di belakang sana.

Setelah 1 jam menunggu di Kandang Badak, akhirnya rombongan ke duapun hadir. Alhamdullilah, kami bisa makan siang. Dari tadi kami menunggu rombongan ke dua ini karena logistik Ipin yang pegang. Rupa-rupanya rombongan ke dua ini tertinggal jauh karena Ipin mengalami sedikit tekanan ketinggian, atau biasa di sebut kaget. Nampaknya Ipin memang tidak terbiasa dengan jalur menanjak, untungnya ada Singgih yang rela menunggu.
istirahat di kandang badak
memasak
spageti siang hari
Makan siang, sholat, dan packing ulang khusus untuk keril ipin yang isinya kembali disebar ke kerli teman – teman yang lain. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan. Dari kandang badak, kami mengambil arah kanan. Trek awal yang dilalui berupa jalan setapak kecil menurun lalu mulai sedikit menanjak. Saya awalnya ingin bertukar keril dengan Singgih, namun apadaya badan saya yang kurus ini hanya mampu membawa 5 langkah ke depan dan selanjutnya terserah kebijaksanaan Singgih.
papan penunjuk arah menuju puncak pangrango, kusam
melewati batang pohon yang seenaknya tidur.
istirahat di jalur
kabut sore
Kami jalan sangat lambat, mulai lelah karena harus merubah settingan dengkul. Jalan setapak yang semakin menanjak seakan tidak ada habisnya, sesekali ada pohon tumbang yang dengan senang hati menghambat perjalanan, melipir punggungan tak juga sampai. Menjelang magribpun kami masih berjalan menyusuri jalan setapak. Akhirnya kami putuskan untuk istirahat setelah melihat adanya tanah lapang walaupun hanya sedikit. Menyeduh energen dan makan roti untuk mengisi tenaga, sempat terlontar tak ingin melanjutkan pendakian. Sofhi saat itu sedikit pesimis mengingat kondisi Zuhri kakaknya terkena mountain sickness dan sejak saat itu saya yang membawa kerilnya. Lebih berat dari kepunyaan saya. Setelah beristirahat cukup lama, Singgih berhasil membangkitkan semangat teman-teman yang lain untuk menggapai Puncak Pangrango.

Senter telah menerangi jalan kami, teriakan – teriakan kecil mulai meramaikan malam itu, sedikit lucu, walaupun saya paling depan namun karena saya tidak pakai kacamata harus dituntun dengan senter dari orang yang ada dibelakang saya. Itulah sebabnya kenapa saya tidak suka jalan malam. Jalur tetap menanjak namun terlihat pepohonan sudah mulai menampakkan langit bebas. Kami semakin bersemangat melampaui jalur yang ada di depan kami. Sempat bingung terhadap persimpangan yang sebenarnya dengan memutar pun kami akan sampai di triangulasi, hanya saja saya tidak yakin akhirnya Singgih memutuskan untuk lawan arah dan benar saja, tak jauh dari situ terdapat tugu triangulasi, saat itu pukul 8 malam.

Awalnya kami ingin segera menuju lembah Mandalawangi, namun entah mengapa saat itu kami sepakat untuk mendirikan tenda di puncak, dekat dengan gubuk rusak yang tak terurus. Tendapun berdiri, segera bagi – bagi lapak dan terlelap tanpa makan malam.

Minggu, 23 Mei 2010
Pagi ini sudah kami niatkan untuk mengunjungi Mandalawangi untuk melihat matahari terbit, namun udara yang dingin membuat kami tetap terlelap dalam balutan sleepingbag yang hangat. Menjelang pukul 5 sayapun gelisah, lebih tepatnya sudah tidak bisa menahan lapar lagi, olehkarenanya saya keluar untuk melihat sekitar sekaligus jika beruntuk melihat indahnya matahari terbit.

Setelah keluar tenda rupanya Vidia dan Dendy sudah lebih dulu terbangun, mereka sedang menikmati indahnya puncak Pangrango dengan semburat merah di timur. Tak lama setelah saya bangun, teman-teman yang lain pun ikut terbangun kecuali Candra yang memang sedang sakit dan Siska yang memang suka sekali tidur.
sunrise
edelweis
edelweis
Menikmati indahnya matahari terbenam merupakan kesenangan tersendiri buat saya. Entah mengapa saya suka dengan matahari terbit, sulit untuk dijelaskan. Lambat laun matahari menampakkan wujudnya, menyinari bumi dengan cerahnya. Kamipun membuat sarapan.
sarapan
Sarapan pagi ini cukup berenergi, saya suka, namun memang perut saya yang tidak bisa kompromi saya pun tidak dapat menghabiskan makanan enak itu. Cukup dengan coklat dan beberapa cemilan. Berharap bisa sebagai penyangga energi sampai di kaki gunung nanti. Kami sepakat untuk tidak berkunjung ke Mandalawangi, agak menyesal sih, hanya saja dengan hitung-hitungan waktu yang di jabarkan rasanya memang tidak akan cukup waktunya.
ipiners
ipin, dendy, singgih, zuhri, mamet, candra, angan -->
foto keluarga
sofhi, siska, vidia, nurul -->
Setelah kenyang kami segera packing untuk turun gunung, sedikit bercanda saat menuruni puncak menuju Kandang Badak. Cukup cepat saat kami turun, hingga tak terasa kami sampai di Kandang Badak, segera membersihkan diri, membuang hajat, mencuci piring dan sejenisnya, dan beristirahat sebentar. Awalnya kami ingin makan siang di sini, namun hari belum terlalu siang, jadi kami putuskan untuk meneruskan perjalanan sampai pada batasnya jam 12 siang kami istirahat untuk makan siang dan sholat.
singgih
malang melintang batang
melintang
mau dikolongin atau diloncatin sama susahnya
Kandang Batu hanya numpang lewat, terus berjalan cepat sampailah kami di bangunan sebelum air panas. Istirahat dan membuat makan siang serta sholat. Setelah itu kami segera melanjutkan perjalanan menuju pos awal.

Siang itu hari sudah ditutupi kabut, awalnya saya pikir hanya kabut biasa dan tak akan hujan, namun langit berkata lain. Hujan deraspun turun mengikuti kami sampai pos pertama. Lelah. Sangat lelah, beban menjadi semakin berat dan kami harus tetap menjaga langkah agar tidak terpeleset. Saya berada di belakang bersama Singgih. Teman – teman yang lain di depan sana sudah jauh, beruntung saat itu saya tidak mengalami gagal dengkul jadi bisa terus melanjutkan perjalanan walau sesekali beristirahat. Sampai di pertigaan menuju Cibeurem kami beristirahat sebentar.

Lanjutkan perjalanan dengan sedikit berlari, kaki ini bila berhenti akan terus tremor mengikuti reaksi tubuh, jadilah setelah pos ini sampai di pos registrasi saya tidak berhenti, terus bejalan walau sesekali berhenti untuk mengambil nafas.

Sebelum mangrib saya pun sampai di pos registrasi. Selama perjalanan menuju pos ini ada beberapa kejadian aneh, seperti misalnya Nurul yang seakan akan tidak terlihat, kemudian Vidia yang dibisiki dan sejenisnya. Okelah saya tak mau ambil pusing.

Setelah melapor kondisi rombongan kami baik-baik saja kami segera menuju warung mang idi untuk membersihkan diri dan makan sore. Setelah itu kami bergegas pulang kembali ke Jakarta, karena malam ini Vidia masuk kerja.

-----------

Thaks to Allah SWT
Terimakasih buat Singgih yang sudah baik banget mau bantu-bantu J
Terimakasih buat Sofhi dan Zuhri
Terimakasih buat Ipiners (Ipin, Dendy, Candra, Nurul, Vidia, Siska, Mamet)

2 komentar: